KURIKULUM ANAK USIA DINI
Pertemuan ke – 12
KURIKULUM PAUD KHUSUS SENI RUPA
Dalam kurikulum KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) Taman Kanak-Kanak bidang pengembangan
seni memang tidak lagi berdiri sendiri sebagai salah satu bidang pengembangan
yang diajarkan di TK. Namun bukan berarti pengembangan seni ditiadakan sama sekali.Dalam
Kurikulum TK berbasis KTSP, bidang pengembangan seni terintegrasi dengan
bidang-bidang pengembangan lainnya. Diantaranya terintegrasi dengan
pengembangan fisik motorik, terintegrasi dengan bidang pengembangan kognitif,
bahasa dan juga Sosial Emosional. Tujuan dari pengembangan seni pada anak TK
bukanlah untuk menciptakan seniman-seniman cilik melainkan menawarkan sejumlah
pengalaman yang bermanfaat untuk mengasah sensitivitas anak, serta menstimulus
ide-ide kreatif dan imajinatif dari anak-anak. Melalui seni seorang anak akan
dilatih kehalusan budi karena seni mengolah kepekaan anak terhadap alam sekitar
dan hal-hal yang berkaitan dengan keindahan (Ki Hajar Dewantoro dalam Kamaril
W.S. 1998 dalam Widia Pekerti. 2005)
Secara umum
pengembangan seni di TK mempunyai empat fungsi utama yaitu: 1. Fungsi ekspresi:
anak memperoleh kesempatan menyatakan pikiran dan perasaan dengan bebas dalam
bentuk bunyi, rupa, gerak dan bahasa atau gabungannya. Ekspresi/ungkapan anak
tidak muncul dengan sendirinya melainkan berdasarkan hasil pengamatan
sehari-hari di lingkungan sekitarnya atau karena hasil penjelajahan anak. 2.
Fungsi komunikasi: dapat dilakukan melalui gerak/bahasa tubuh. 3. Fungsi
pengembangan bakat: setiap anak memiliki kemampuan yang dibawa sejak lahir. Dan
bakat tiap-tiap anak adalah berbeda. Ingat teori Multiple Intelligences Howard
Gardner bahwa ada 9 macam kecerdasan yang dimiliki oleh anak. Ke-9 kecerdasan
itu adalah kecerdasan linguistic, logic mathematic, visual spasial, musical,
interpersonal, intrapersonal, kinesthetic, naturalis, dan eksistensialis. Bila
guru/orang yang dekat dengan anak mengarahkan bakat anak dengan baik maka anak
akan memiliki kemampuan yang kokoh. 4. Fungsi kreativitas: respon yang baik
dari anak merupakan langkah awal menuju kreativitas. Respon merupakan jawaban
atas rangsangan yang diberikan. Sedangkan kreatif mengandung unsur mencipta,
memodifikasi atau menciptakan kembali. Ciri-ciri anak kreatif antara lain
adalah berani mengemukakan sendiri, bisa memecahkan masalah sendiri, tidak
takut mencoba, gagal, atau takut dimarahi, dapat mencipta musik, gerak, rupa,
atau seni walaupun amat sederhana. Mampu menceritakan hal yang dirasakan,
dilihat, didengar, dicium, dirabanya suatu obyek baik itu buatan sendiri atau
orang lain.
Pendidikan seni pada umumnya meliputi rupa, seni
musik, seni tari dan seni drama (seni teater). Sejak awal munculnya kurikulum
umum para pendidikan seni rupa berjuang agar seni dipertimbangkan secara
serius. Sejak lama seni telah diasumsikan memiliki peranan penting untuk
menghasilkan warga masyarakat yang baik, tambahan bagi mata pelajaran akademik,
program khusus bagi anak-anak berbakat, atau kegiatan ekstrakurikuler. Penulis
buku Becoming Knowlegde: The Evolution of Art Education Curriculum,
Denny Palmer Wolf menyatakan bahwa penelitian dalam pendidikan seni telah
secara konsisten menunjukkan bahwa seni merupakan suatu bentuk pengetahun
khusus yang memerlukan dukungan dan tuntutan kerja serta menghasilkan semacam
empati, pemahaman, dan keterampilan yang sama dengan yang terdapat pada
pelajaran kimia dan kewarganegaraan.
Dengan berubahnya gambaran seni sebagai mata pelajaran
di sekolah, berubah pula gambaran siswa yang terdidik dalam seni. Perubahan
gambaran ini menunjukkan perkembangan sejarah dari pengrajin sampai seniman,
dari pengguna simbol sampai pemikir. Kini, siswa yang terdidik dalam seni
merupakan sosok yang lebih komposit dan utuh, seperti dikatakan Wolfe, “pelukis
mendapat pelajaran dari sejarah seni rupa dan penonton konser yang
pendengarannya mendapat pelajaran dari resiko dan tuntutan dalam memainkan alat
musik.” Peserta didik berhak atas dan memerlukan seni. Berbagai penelitian
menunjukkan manfaat seni dalam pendidikan.
A.
Seni Rupa dan Pengetahuan
Pengetahuan
merupakan tindakan yang berkembang dan tidak statis. Ketika kita belajar, kita
terus mengubah pemahaman kita tentang dunia. Apa yang saya pikirkan hari ini
pasti akan berubah ketika saya mendapat lebih banyak informasi esok hari.
Pengetahuan yang sering menjadi fokus pelajaran di sekolah seharusnya menjadi
batu loncatan bagi siswa untuk mengeksplorasi gagasan tentang hubungannya
dengan dunia. Dengan kata lain, pengetahuan tidak bersifat pasti. Karena para
ilmuwan terus mengeksplorasi alam semesta, dengan sendirinya teori-teori mereka
berkembang dan berubah. Dalam dunia sejarah, peristiwa dan cerita dapat
diinterpretasi dan direinterpretasi sesuai dengan pandangan dan
dukumentasi-dokumentasi baru.
Dengan demikian, menguraikan suatu pengetahuan bukan
berarti mengulang-ulang gagasan-gagasan besar orang lain. Goldberg (1997: 2)
mengutip kata-kata Eleanor Duckworth, “By knowledge, I do not mean verbal
summaries of somebody else’s knowledge …. I mean a pearson’s own repertoire of
thoughts, actions, connections, predictions, and feelings.” Pengetahuan seseorang
bukan merupakan ringkasan verbal dari pengetahuan orang lain, melainkan
repertoir pikiran-pikiran, tindakan-tindakan, hubungan-hubungan, dan
perasaan-perasaan orang itu sendiri. Dengan dasar pemikiran seperti ini, guru
dapat berperan di kelas dengan membuat para siswanya bekerja secara aktif
dengan pengetahuan dan bukan sekedar meniru pengetahuan orang lain. Di sinilah
peranan penting seni.
Menggambar memberikan kepada siswa cara menyusun
pengamatannya. Dengan melakukan kegiatan ini, siswa secara aktif bekerja dengan
dasar pikiran dan menyusun pemahamannya tentang alam semesta melalui bentuk
seni rupa. Bentuk seni rupa membuat siswa dapat menerapkan pengamatannya dalam
cara yang imajinatif, menciptakan hubungan pribadinya dengan sesuatu persoalan.
Selain itu, karena siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan tersebut, ia
dapat mempertahankan pengetahuannya itu dan akan menerapkannya pada masa yang
akan datang.
Dalam menggambar, siswa melakukan pengamatan, bekerja
serius dengan pengamatannya itu, dan mentransformasikannya kedalam sesuatu yang
lain. Transformasi merupakan kunci konstruksi dan pemerolehan pengetahuan.
Aktivitas menggambar memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar dan saluran
untuk mengungkapkan gagasan-gagasan dan pertanyaan-pertanyaannya. Dalam hal
ini, siswa juga dilibatkan dalam “melatih” imajinasinya. Dengan menangani
sesuatu dengan cara yang meregangkan pikirannya, siswa dilibatkan dalam
berpikir kritis dan reflektif secara simultan. Seni menjadikan kemampuan
berpikir imajinatif dan kritis secara personal dan kreatif.
B.Seni Rupa dan Belajar
Kita
pada umumnya menganggap pelajaran seni rupa hanya sebagai kegiatan menggambar
alam benda atau membuat karya seni rupa lain. Tidak banyak dari kita yang
mengenal seni rupa sebagai suatu metodologi untuk belajar pengetahuan lain.
Seni biasanya diajarkan sebagai tambahan bagi “unsur pendidikan dasar.” Kita
berpendapat bahwa seni merupakan unsur pendidikan dasar, tetapi kebanyakan
orang memaandang seni jauh terpisah dari bidang pelajaran yang lain.
Menurut
Merryl Goldberg (1997: 4), terdapat tiga cara mengintegrasikan seni dalam
pembelajaran, yaitu belajar dengan seni belajar tentang seni (learning about
the arts), belajar dengan seni (learning with the arts), dan belajar melalui
seni (learning through the arts). Belajar dengan seni terjadi jika seni
diperkenalkan kepada siswa sebagai cara untuk mempelajari materi pelajaran
tertentu. Sebagai contoh, guru memperkenalkan lukisan Piet Mondrian untuk dalam
mengajarkan garis sejajar. Dalam hal ini, siswa belajar dengan bantuan bentuk
seni yang memberikan informasi tentang materi pelajaran.
Standar Tingkat
Pencapaian perkembangan seni rupa anak usia dini yaitu
1. Lahir-1
Tahun
- Tertarik
melihat gambar atau benda yang berwarna warni yang ditunjukkan 30 cm dari
wajahnya.
- Menoleh
atau memalingkan wajah secara spontan ketika ditunjukkan foto/ gambar/cermin
dan berusaha menyentuh.
- Berusaha
memegang benda, alat tulis yang diletakkan di hadapannya.
- Mencoret
di atas media (misal: kertas, tembok).
2. Umur
1-2 Tahun
- Mencoret
– coret.
- Mengusap
dengan tangan pada kertas/kain dengan menggunakan berbagai media (misalnya,
media bubur aci berwarna, cat air).
- Menggambar
dari beberapa garis.
- Membentuk
suatu karya sederhana (berbentuk bulat atau lonjong) dari plastisin.
- Menyusun
4-6 balok membentuk suatu model.
- Bertepuk
tangan dengan pola sederhana.
3. Umur
2-3 Tahun
- Menggambar
benda-benda lebih spesifik.
- Mengamati
dan membedakan benda di sekitarnya yang di dalam rumah
4. Umur
3-4 Tahun
- Menggambar
dengan menggunakan beragam media (cat air, spidol, alat menggambar) dan cara
(seperti finger painting, cat air, dll).
- Membentuk
sesuatu dengan plastisin.
- Mengamati
dan membedakan benda di sekitarnya yang di luar rumah
5. Umur
4-5 Tahun
- Menggambar
objek di sekitarnya.
- Membentuk
berdasarkan objek yang dilihatnya (mis. dengan plastisin, tanah liat).
- Mendeskripsikan
sesuatu (seperti binatang) dengan ekspresif yang berirama (contoh, anak
menceritakan gajah dengan gerak dan mimik tertentu).
- Mengkombinasikan berbagai warna
ketika menggambar atau mewarnai.
- Mewarnai dengan teknik airbrush.
- Melipat origami menjadi suatu bentuk
yang menarik (membuat klinci, kepiting, dll).
6. Umur
5-6 Tahun
- Menggambar
berbagai macam bentuk yang beragam.
- Melukis
dengan berbagai cara dan objek.
- Membuat karya seperti bentuk
sesungguhnya dengan berbagai bahan (kertas, plastisin, balok, dll).
- Membuat
montase dan kolase.
Komentar
Posting Komentar